MOTIVASI DAN PERILAKU
(3)
D
I
S
U
S
U
N
OLEH : KELOMPOK 3
ANGGOTA :
1. ANNA
MU'AWANA (06101003028)
2. RIA
SEPTIANI (06101003041)
3. SULISTIA
NINGSIH (06101003019)
MATA KULIAH : MANAJEMEN
SUMBER DAYA MANUSIA
DOSEN PENGAMPUH : Drs. IKBAL BARLIAN, M.Pd.
DWI HASMIDYANI, S.Pd. M.Si
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
TAHUN
AJARAN 2011 / 2012
PENDAHULUAN
Motivasi
adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.
Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan
teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang
individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang
tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya
dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam
pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam
percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi".
Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki
semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan
penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi
sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan
semangat.
Dalam
hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa
giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi
kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang
menguntungkan organisasi. Sebaliknya
elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama
seseorang dapat mempertahankan usahanya.
PEMBAHASAN
A. Penelitian Motivasi : kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, dan kebutuhan sosial.
Abraham Maslow menyebutkan,
bahwa kebutuhan tiap manusia tumbuh secara cepat yaitu ketika kebutuhan tingkat
terendah terpuaskan, maka individu bersangkutan mencari kebutuhan berikutnya
yang lebih tinggi lagi sampai yang tertinggi. Pokoknya setiap orang dipandang
tidak pernah puas hanya dengan satu atau beberapa kebutuhan saja. Hirarki kebutuhan
individu mulai dari terendah yaitu kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman,
sosial, harga diri, sampai pada yang tertinggi yaitu aktualisasi diri. Artinya,
menurut Maslow, setiap individu baru akan melakukan pekerjaan terbaiknya jika
semua kebutuhannya terpenuhi. Sebaliknya seseorang tidak akan mempunyai respon
positif untuk mengerjakan yang terbaik, ketika dirinya merasa terancam atau
tidak dihargai, walaupun kebutuhan fisiknya sudah terpenuhi. ( Mangkuprawira,
Tb. Sjafri 2009. Horison Bisnis, Manajemen,
dan Sumber Daya Manusia. Hal. 54. Bogor : Kampus IPB Taman Kencana Bogor )
1. Kebutuhan Fisiologis (physiological needs)
Pada dasarnya, manusia
harus memenuhi kebutuhan fisiologisnya untuk dapat bertahan hidup. Pada hirarki
yang paling bawah ini, manusia harus memenuhi kebutuhan makanan, tidur, minum,
seks, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan fisik badan. Bila kebutuhan
dasar ini belum terpenuhi, maka manusia akan mengalami kesulitan untuk
berfungsi secara normal. Misalnya, seseorang mengalami kesulitan untuk
mendapatkan makanan, sehingga ia menderita kelaparan, maka ia tidak akan
mungkin mampu untuk memikirkan kebutuhan akan keamanannya ataupun kebutuhan
aktualisasi diri. Logika sederhananya: bagaimana seseorang dapat memikirkan
prestasi atau aktualisasi diri, bila dirinya terus menerus dihantui rasa
ketakutan akan kelaparan?
Kebutuhan fisiologis (physiological
needs) adalah kebutuhan yang paling mendasar. Oksigen untuk bernapas, air
untuk diminum, makanan, tidur, buang hajat kecil maupun besar, dan seks
merupakan contoh kebutuhan fisiologis. (terpenuhi oleh semua).
1. Kebutuhan Rasa Aman
(safety)
Ketika
kebutuhan fisiologis seseorang telah terpenuhi secara layak, kebutuhan akan
rasa aman mulai muncul. Keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan
akan menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul
rasa cemas dan takut sehingga dapat menghambat pemenuhan kebutuhan lainnya.
Kebutuhan
akan rasa aman dan tentram mencakup lingkungan yang bebas dari segala bentuk
ancaman, pekerjaan yang jelas, keamanan atas alat atau instrumen yang
dipergunakan dalam beraktivitas.
Pada hirarki
tingkat kedua, manusia membutuhkan rasa keamanan dalam dirinya. Baik keamanan
secara harfiah (keamanan dari perampok, orang jahat, dan lain-lain), maupun
keamanan secara finansial ataupun hal lainnya. Dengan memenuhi kebutuhan
keamanan tersebut, dapat dipastikan bahwa kebutuhan manusia dapat berlanjut ke
tahap berikutnya, yaitu kebutuhan kasih sayang dan sosial.
Dimensi
Kebutuhan Keamanan dijabarkan menjadi 3 indikator penelitian, yakni Indikator
Jaminan keamanan lingkungan pekerjaan, Indikator Dukungan pengamanan dalam
pelaksanaan pekerjaan, dan Indikator Perlindungan terhadap resiko pekerjaan.
Dibagi menjadi 2 yakni fisik dan
psikologis:
§ Fisik: meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup seperti
penyakit, kecelakaan, bahaya lingkungan, dan sebagainya.
§ Psikologis: perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru dan asing
seperti kekhawatiran seorang anak ketika masuk sekolah untuk pertama kali
karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain.
3. Kebutuhan kasih sayang / sosial (Love/belonging)
Setelah memenuhi 2
kebutuhan yang bersifat individu, kini manusia menapaki kebutuhan untuk
diterima secara sosial. Emosi menjadi “pemain” utama dalam hirarki ketiga ini.
Perasaan menyenangkan yang dimiliki pada saat kita memiliki sahabat, seseorang
untuk berbagi cerita, hubungan dekat dengan keluarga adalah tujuan utama dari
memenuhi kebutuhan sosial ini.
B. Hal – hal yang di Inginkan Karyawan dari
Pekerjaan Mereka
1. Penerapan kesepadanan
kondisi karyawan dengan keahliannya. Karyawan yang merasa cocok dengan posisi
pekerjaannya akan lebih merasa puas dari pada apabila mendapat beban berlebih
atau jika pekerjaan tidak cocok dengan latar belakang keahliaanya. Namun,
karyawan yang belum sepadan keahliannya dengan jenis pekerjaan perlu diberikan
pelatihan-pelatihan untuk menambah kerjanya.
2. Perumusan konsep bekerja
dengan tujuan yang jelas. Buatlah sedemikan rupa tujuan yang ingin ditetapkan
itu dapat dikelola, dilaksanakan, dan dicapai oleh karyawan. Untuk itu, para
karyawan seharusnya mengetahui persis apa yang dapat diharapkan dari tujuan
tersebut. Dengan demikian biasanya karyawan akan termotivasi dalam bekerja
secara sungguh-sunggu untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Pemberian penghargaan.
Penghargaan tidak selalu dalam bentuk uang. Pada tahap tertentu uang bukan
segalanya dalam memotivasi karyawan untuk bekerja dengan baik. Unsur uang
sifatnya berjangka pendek. Kedudukan uang hanyalah untuk mencegah terjadi
penurunana motivasi. Untuk itu perlu dicari bentuk lain, misalnya pengembangan
karir yang jelas dan peberian otonomi.
4. Penciptaan lingkungan
kerja yang nyaman. Lingkungan kerja yang nyaman tidak saja dicirikan fasilitas
kerja fisik (suhu ruangan, alat kerja, kursi-meja kerja, dsbnya), tetapi juga
non-fisik seperti manajemen kepemimpinan yang partisipatif dan hubungan sosial
antarkaryawan. Disamping itu, diperlukan komunikasi horizontal dan vertikal
yang tidak kaku dibatasi oleh status atau posisi pekerjaan tersebut.
Sumber
: (Mangkuprawira, Tb. Sjafri 2009. Horison Bisnis, Manajemen, dan Sumber Daya Manusia.
Hal. 58. Bogor : Kampus IPB Taman Kencana Bogor)